Minggu, 25 November 2012

Pisahkan Peran Regulator dan Operator dalam Pengelolaan Migas

0 komentar
[imagetag]


JAKARTA - Koordinator Eksekutif Gerakan Petubahan (GarpU), Muslim Arbi menilai, perusahaan minyak dan gas (migas) yang akan melakukan eksplorasi di Indonesia harus melakukan kontrak dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Dalam hal ini, dengan Pertamina selaku penyandang status National Oil Company satu-satunya, agar Pemerintah tidak mengulangi lagi kesalahan yang sama saat masih ada BP Migas, yaitu melanggar konstitusi negara yang termaktub dalam Pasal 33 ayat 2 dan ayat 3 UUD 1945," katanya dalam siaran pers Sabtu (25/11).

Dia menambahkan, selama ini, kontrak badan usaha justru dilakukan dengan Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu (BP Migas) yang merupakan perpanjangan tangan Pemerintah. Termasuk saat masa transisi saat ini, di mana perusahaan harus melakukan Kontrak Kera Sama (KKS) dengan Satuan Kerja Sementara Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (SKSP Migas), yang saat ini dipimpin Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik.

Karena itu, agar SKSP Migas tidak melanggar konstitusi dan tetap dikelola secara profesional, GarpU meminta Jero Wacik harus tetap memisahkan antara peran regulator dan peran operator.

"Pelaksana kontrak BUMN adalah Pertamina selaku operator, dan pelaksana kewenangan Pemerintah adalah Menteri ESDM sendiri sebagai regulator. Dengan cara ini, cadangan minyak nasional bisa dikapitalisasi dan menjadi cadangan BUMN Pertamina," ucap Muslim seraya menyatakan, saat masih ada BP Migas, cadangan minyak nasional tidak mungkin bisa dikapitalisasi karena BP Migas tak punya aset.

Dia menyebut, dengan langkah itu migas sebagai kekayaan alam masih tetap dikuasai oleh negara yang dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran. Sedangkan pemasaran produknya dikendalikan dari dalam negeri.




Sumber : Pisahkan Peran Regulator dan Operator dalam Pengelolaan Migas

Leave a Reply